Nilai-nilai Guru Penggerak
Rokeach (dalam Abdul H., 2015), menyatakan bahwa nilai merupakan keyakinan
sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok ukur pengambilan
keputusan
terhadap objek
atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang
akan membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi
atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-
hari.
Melihat peranan nilai sangat
penting
dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai
nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Guru Penggerak diharapkan untuk memimpin dan
mengelola perubahan. Sebagai pemimpin
perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan
mengadopsi kebiasaan “berpikir sistem” sebagai pendekatan holistik yang
berfokus pada bagaimana bagian-bagian
penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling
terkait dan
bagaimana bagian-bagian
tersebut dari
waktu
ke waktu bekerja secara simultan dalam konteks lain atau sistem lain yang lebih besar. Dengan begitu,
Guru Penggerak dapat lebih
mendalam dan jernih dalam “memahami perubahan” yang sedang berjalan
(atau dibawakan) terutama pada tataran
strategis untuk
menjawab pertanyaan
“mengapa” yang menjadi alasan moral dan
rasional, dan
memiliki mentalitas untuk mewujudkan inisiatif perubahan menjadi nyata (make it
happen mentality).
Guru Penggerak
yang paham
akan perubahan berarti paham
bahwa bersama
perubahan, datang pula gangguan atau kekacauan. Akan ada perbedaan pendapat yang
harus dipahami, didamaikan. Guru Penggerak perlu “membangun keselarasan
atau
koherensi” secara efektif untuk
menuntun yang lain melampaui perbedaan
dan
menerima
perbedaan
yang muncul ke permukaan. Dengan
demikian, Guru Penggerak juga akan
mengadopsi mentalitas “berpikir berbasis aset” yang mengapresiasi dan
memanfaatkan
kekuatan atau
sumberdaya
yang telah dimiliki,
bukan berkutat pada
apa
yang
tidak dimiliki.
Dengan demikian, dalam membawakan
perubahan Bapak/Ibu diharapkan dapat
beranjak dari keadaan diri yang kurang berkesadaran menuju ke diri yang berkesadaran
penuh. Kesadaran penuh bersama lima keterampilan sosial-emosional (kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika) yang memungkinkan bertumbuhnya pola pikir dan nilai- nilai yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak akan dipelajari lebih dalam di paket modul berikutnya (Modul 2.2 . Gambar 10 di bawah ini berupaya mengilustrasikan kata- kata kunci yang terkait dengan nilai-nilai guru penggerak: (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif.
Nilai 1. Berpihak pada Murid
Berpihak pada murid adalah nilai yang telah dibahas khusus sebelumnya di Modul
1.1. sebagai filosofi utama dari
Ki Hadjar Dewantara. Nilai ini mensyaratkan
Guru
Penggerak untuk selalu bergerak
dengan
mengutamakan
kepentingan murid.
Sebagai
bentuk keberpihakan
tersebut, kita juga perlu menilik sejenak dokumen yang disetujui dan berlaku secara universal di dunia yang terkait dengan pendidikan anak, yaitu: Konvensi
PBB
tentang Hak-hak
Anak atau United Nations Convention on the
Rights of the
Child (UN CRC) yang juga telah disetujui/diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia melalui Keppres No. 36 Tahun
1990. Tujuan pendidikan anak secara universal cukup jelas
dituliskan dalam pasal 29 ayat 1
UN
CRC
sebagai berikut:
1. Negara-negara Pihak
setuju bahwa pendidikan anak
harus diarahkan untuk:
(a) pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan mental dan fisik anak secara
maksimal;
(b) Pengembangan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, dan untuk prinsip-prinsip yang
diabadikan dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa;
(c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua anak, identitas budaya, bahasa dan
nilai-nilainya anak itu sendiri, untuk nilai-nilai nasional dari negara tempat anak itu tinggal,
negara
dari mana
ia mungkin
berasal, dan untuk peradaban
yang
berbeda dengan milik
mereka;
(d) Penyiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam masyarakat yang
bebas, dalam semangat saling
memahami, perdamaian, toleransi, kesetaraan jenis kelamin, dan persahabatan di
antara semua orang, kelompok etnis, bangsa, dan
agama,
serta orang-orang asli;
(e) Pengembangan rasa hormat
terhadap lingkungan alam.
Makna dari tujuan pendidikan pada pasal 29 ayat 1 UN CRC ini sangat dalam dan
luas, melampaui teksualnya karena kesepakatan ini dihasilkan oleh seluruh ahli anak
di dunia dengan
latar-belakang ilmu yang beragam. Kesepakatan
ini telah melingkupi 4 poin
utama yakni perkembangan
diri sendiri, penguatan
identitas yang melingkupi anak,
penghormatan
HAM, dan penghormatan atas lingkungan. Poin penghormatan kepada HAM itu intrinsik dengan nilai
universal manusia dan
selaras dengan Sila 2 Pancasila.
Penghormatan
terhadap lingkungan alam, merupakan bentuk tanggung-jawab dan perwujudan
filosofi Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan anak
yang selaras dengan
kodrat alam dan kodrat zaman, mengingat persoalan
lingkungan alam, perubahan iklim, perusakan
lingkungan
dan
lain sebagainya akan semakin nyata di hari-hari depan
anak- anak kita.
Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak
harus didasari oleh semangat untuk
memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan yang ada untuk menyediakan suasana belajar
dan proses pembelajaran yang positif serta berkualitas bagi muridnya. Segala hal yang Guru Penggerak
lakukan, harus bergeser dari pemuasan
kepentingan diri sendiri, maupun pihak lain, menuju kepentingan pembelajaran murid. Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, akan selalu berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan
muridnya, seperti: “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya
lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran
ini lebih baik?”, “bagaimana saya
dapat
membuka
lebih
banyak
kesempatan bagi
anak untuk mewujudkan
dunia yang
mereka idamkan?”, dan lain-lain.
Nilai 2. Mandiri
Nilai Mandiri ini,
secara sederhana menggambarkan semangat
Guru
Penggerak untuk terus belajar sepanjang hayat. Ini juga berarti seorang Guru Penggerak harus senantiasa memampukan dirinya sendiri dalam melakukan aksi serta berkenan
mengambil tanggung jawab
dan turun
tangan untuk memulai perubahan. Guru
Penggerak yang mandiri termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya
pelatihan yang
ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain.
Seyogyanya, dalam membawakan
perubahan yang
positif, pendidik perlu
memahami psikis-fisik-etis-estetis
manusia dan pedagogis
(pendidikan
anak).
Hal
itu selaras dengan
Ki
Hadjar Dewantara yang menyatakan
bahwa seorang guru harus menguasai lima ilmu yaitu: ilmu hidup batin (psikologis), ilmu hidup jasmani (fisiologis), ilmu kesopanan (etika), ilmu keindahan (estetika), dan ilmu pendidikan (pedagogis).
Dengan demikian, Guru Penggerak
harus secara sengaja merencanakan dan melakukan
perbaikan diri sehingga makin menguasai dan makin ahli dalam apapun yang dianggap perlu untuk
membawakan perubahan yang berpihak pada murid. Guru Penggerak yang mandiri memiliki daya lenting dan
terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil kerja mereka. Mereka beranjak
dari “kekaburan
dan
ketidaktepatan” menuju “keelokan
dan
ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka.
Nilai 3. Reflektif
Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Guru
Penggerak
dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman
yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun pihak lain secara positif-apresiatif-produktif. Proses mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada diri sendiri sebagai Guru Penggerak
dan
menuntun
perwujudannya pada murid-murid merupakan perjalanan yang penuh dengan
variasi
pengalaman-pengalaman.
Pengalaman-pengalaman ini boleh
jadi akan
menimbulkan
kesan
positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai pembelajaran
untuk
menuntun dirinya, murid, dan
sesama dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga
mampu menjalankan perannya dari waktu ke waktu.
Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif, memiliki daya saing yang tinggi karena
mereka sadar akan hakikat persaingan. Mereka akan bersaing dengan
potensi dan upaya diri mereka sendiri. Dengan begitu, mereka terus mengupayakan peningkatan efikasi dirinya, bagaimana mendorong dirinya untuk membuat pilihan-pilihan masuk akal dan
bertanggung jawab untuk
memperbaiki kualitas kinerja dan hasil kerjanya, serta
bergeser dari dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju penguatan dorongan diri
yang
bersifat internal.
Guru Penggerak
yang reflektif tidak hanya berhenti sampai rencana tindakan saja, mereka juga mengejawantahkannya lewat tindakan nyata sebagai perbaikan yang perlu dilakukan. Dalam konteks Pendidikan
Guru
Penggerak, Bapak/Ibu CGP harus menjadikan refleksi
sebagai kebiasaan bukan sekedar sebagai tugas menyelesaikan tagihan materi. Refleksi
yang
baik
dapat
membantu
mengubah pengalaman menjadi proses
pembelajaran yang
memberdayakan baik individu maupun
kelompok dalam meningkatkan dan mengungkap potensi mereka. Sehingga refleksi harus menjadi kebutuhan. Guru Penggerak yang reflektif
memperlakukan kegiatan refleksi ini
secara pribadi, menuliskan kata demi kata yang memang
bermakna dan membuat dirinya sendiri tulus bergerak,
bukan sekedar
untuk terlihat indah dan enak dibaca saja.
Bacaan 4. Model Refleksi
Model refleksi 4P
Merupakan model pertanyaan yang bisa kita gunakan untuk memaknai pengalaman yang sudah pernah kita rasakan sebelumnya. Keempat langkah ini
merupakan
terjemahan dari 4F yang
dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway (1991), yaitu:
● Peristiwa (Facts): paparan objektif berdasarkan pengalaman nyata atas apa
yang
sejauh ini
telah dialami. Contoh pertanyaan: apa kendala yang saya hadapi? apa hal baik yang
saya alami dalam proses tersebut? apa yang saya lakukan dalam
mengatasi kendala tersebut? apakah tindakan tersebut berhasil?
● Perasaan (Feelings): apa yang dirasakan kini setelah mengikuti
proses tersebut.
Contoh
pertanyaan: Apa yang
saya rasakan ketika menghadapi
kendala tersebut?
ketika saya mencoba mengatasi kendala tersebut bagaimana perasaan saya?
● Pembelajaran (Findings): apa hal paling konkrit yang dapat diambil sebagai pembelajaran
dan
mungkin telah membawa makna baru. Contoh pertanyaan:
apa
yang
saya pelajari dari proses ini? apa hal baru
yang saya ketahui
mengenai
diri
saya setelah proses ini?
● Penerapan ke
depan (Future): apa hal yang
dapat segera diterapkan baik
sebagai
individu. Contoh pertanyaan: apa yang
bisa
saya lakukan ke depannya
dari pembelajaran dalam proses
ini? pada aspek apa?
Model refleksi 5M
Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam
Ryan & Ryan
(2013)).
5M terdiri dari langkah-langkah berikut:
● Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi
● Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang
diberikan dalam
menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui
pemberian opini,
pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
● Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan
pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
● Menganalisis (Reasoning): menganalisis
dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari
teori
atau kejadian lain yang
serupa, untuk mendukung analisis
tersebut.
● Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika
menghadapi
kejadian serupa di masa mendatang.
Nilai 4. Kolaboratif
Nilai Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun
daya sanding. Mereka memperhatikan
pentingnya kesalingtergantungan yang positif
terhadap seluruh pihak
pemangku kepentingan yang
berada
di lingkungan sekolah
maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan
Profil Pelajar Pancasila, seorang Guru Penggerak
akan bertemu banyak
sekali pihak
yang mampu mendukung pencapaian
Profil Pelajar Pancasila. Guru Penggerak diharapkan mampu mengomunikasikan
kepada semua pihak
mengenai pentingnya keberpihakan pada murid.
Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa saling percaya dan
saling menghargai, serta mengakui dan mengelola kekuatan serta perbedaan peran tiap
pemangku kepentingan di sekolah, sehingga tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat pembelajaran tim. Mereka beranjak
dari laku yang terisolasi dan
saling terpisah menuju laku yang terhubung oleh perhatian
dan
urgensitas yang sama
dalam komunitasnya, dalam
hal ini adalah kepentingan pembelajaran murid.
Nilai 5. Inovatif
Makna dari nilai Inovatif adalah seorang Guru Penggerak mampu senantiasa
memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Dengan demikian, nilai inovatif ini juga
mengisyaratkan
penguatan semangat ko-kreasi (gotong-royong) dan pemberdayaan
aset/kekuatan yang ada di sekolah untuk mewujudkan visi bersama. Di tengah perkembangan
zaman, realitas situasi yang dihadapi pendidik pun
semakin volatil (tidak dapat ditebak), tidak pasti, kompleks, ambigu (meragukan, kurang jelas, sehingga
dalam menghadapinya cenderung kurang awas). Agar nilai inovatif muncul,
maka
diperlukan
fleksibilitas (daya lentur) dari seorang Guru Penggerak.
Mereka berkenan mengadopsi multiperspektif, mencari dan
membuat alternatif, mengubahsuaikan gaya dan kecenderungan lama, untuk mewujudkan perubahan
dan bergeser dari pandangan yang ego-sentris serta sempit menuju pandangan-pandangan alternatif dan luas.
Guru Penggerak
yang mempunyai
nilai inovatif juga
pantang
menyerah
(daya
lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid.
Nilai-nilai Guru Penggerak: 1) Berpihak pada Murid: Guru Penggerak mengutamakan
kepentingan murid dan berfokus pada pertanyaan seperti "apa yang murid
butuhkan?" untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran. 2) Mandiri: Guru Penggerak senantiasa belajar
sepanjang hayat, termotivasi untuk mengembangkan diri tanpa harus menunggu
pelatihan eksternal. 3) Reflektif: Guru
Penggerak memaknai pengalaman positif atau negatif sebagai pembelajaran,
menggunakan refleksi untuk meningkatkan kualitas kinerja dan hasil kerja. 4) Kolaboratif: Guru Penggerak membangun kerjasama dengan
semua pemangku kepentingan, seperti orang tua murid dan komunitas, untuk
mencapai tujuan pembelajaran. 5) Inovatif: Guru
Penggerak menciptakan gagasan segar dan tepat guna, berfleksibilitas dalam
menghadapi perubahan, dan mencari peluang untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Komentar
Posting Komentar